KOMPAS.com — Setiap orang dari berbagai negara sudah merasakan sendiri pengaruh perubahan iklim ekstrem dan pemanasan global. Isu lingkungan seperti ini jangan dianggap berat karena Anda tentunya juga merasakan perubahan yang tak lagi membuat bumi nyaman. Lihat saja bagaimana cuaca tak menentu, polusi semakin merusak kesehatan, dan bencana alam yang semakin mengancam. Tak terasa, apa yang kita lakukan setiap harinya, menggunakan kantong plastik dan membuang sampah rumah tangga yang tak didaur ulang, semakin mengikis hijaunya bumi dan mencairnya es di kutub utara.
Setiap orang bisa berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bumi sebagai tempat tinggal anak cucu nanti. Mulai saja dari rumah, dari hal sederhana, dan dari kebiasaan sehari-hari. Seperti tak lagi menggunakan styrofoam sebagai wadah makan, mengganti kantong plastik dengan tas belanja, membawa alat makan-minum dari rumah agar bisa diisi ulang, hingga membawa wadah makanan dari rumah saat akan belanja daging di supermarket juga bisa Anda lakukan.
Inilah pesan yang ingin disampaikan Tupperware Indonesia dalam gerakan peduli lingkungan dan kesehatan tubuh dengan membiasakan gaya hidup ramah lingkungan. Prinsip reduce dan reuse menjadi aksi nyata dalam kampanye "Gaya Hidup Sehat" yang diluncurkan Tupperware di awal 2011 ini.
"Prinsip dua 'R', reduce dan reuse, ingin kami sebar luaskan, sekaligus mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Reduce bisa dilakukan secara nyata dengan mengurangi pemakaian kemasan plastik sekali pakai, plastik yang lama terurai. Prinsip reuse bisa dilakukan dengan membawa wadah sendiri dari rumah, dan bisa dipakai berulang untuk mengurangi sampah. Bayangkan saja, sampah dari satu styrofoam yang digunakan sebagai wadah makanan baru akan terurai 500 tahun kemudian. Sampah kalau tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan masalah," jelas Nining W Permana, Managing Director PT Tupperware Indonesia, saat temu media di Tupperware Home Jakarta, beberapa waktu lalu.
Selalu membawa tas atau wadah saat belanja
Mengurangi wadah sekali pakai menjadi langkah sederhana yang bisa dilakukan siapa saja untuk menyelamatkan bumi. Coba hitung dalam sehari, berapa kali Anda berbelanja dengan kantong plastik atau membeli minuman kemasan plastik dan makanan dengan wadah styrofoam? Gaya hidup yang ingin serba-instan dan praktis membuat kita menyumbangkan sampah pada bumi.
Nining menggambarkan, jika satu orang di Jakarta per hari menghasilkan 0,8 kg sampah, maka akan tertumpuk 6.000 ton sampah setiap harinya. Sampah ini termasuk kemasan plastik dan berbagai produk yang membutuhkan waktu lama untuk terurai. "Mudah saja bagi kita membuat bumi kotor, lantas apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan?" tukasnya.
Dengan membawa wadah makanan dan tas belanja sendiri saat berbelanja, Anda berkontribusi untuk mengurangi sampah plastik. Anda mengurangi kantong kresek yang hanya bisa terurai 12 tahun, plastik air mineral kemasan yang terurai dalam 20 tahun, atau bahkan kantong kertas yang terurai 2-6 bulan setelah dipakai.
Duta lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Valerina Daniel, mengakui bahwa kebiasaan membawa tas belanja sudah dijalankannya sejak 2007 lalu. "Awalnya memang sulit menerapkan gaya hidup baru, namun sepanjang pengalaman saya, rasanya siapa pun bisa mengikuti cara ini. Yang perlu dilakukan adalah disiplin diri membawa tas belanja. Sekarang, kan, banyak tas belanja besar yang bisa dilipat kecil dan dimasukkan dalam tas sehari-hari untuk bekerja," paparnya.
Namun memang, diakui Valerina, kebiasaan membawa wadah makanan saat berbelanja belum menjadi budaya. Meski begitu, sudah waktunya mencoba gaya hidup hijau. "Tak sulit sebenarnya membawa wadah makanan saat akan berbelanja di supermarket, untuk mengurangi kantong kresek," tutur ibu satu anak ini.
Disiplin diri penting untuk menerapkan gaya hidup hijau
Disiplin diri menjadi kunci jika ingin mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan. Apalagi di Indonesia belum ada pembatasan tegas mengenai penggunaan plastik. Pengalaman Valerina tinggal di Australia memberikan wawasan padanya bahwa negara kanguru tersebut lebih mendukung gaya hidup hijau.