Salin Artikel

17 Tahun Gempa DIY, Warga Bantul: Tidak Mungkin Lupa dari Ingatan

Jumlah korban meninggal akibat gempa tersebut mencapai 5.782 orang. Lalu 26.299 korban luka berat dan ringan. Sementara data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, jumlah korban meninggal di wilayah Bantul sebanyak 4.143 orang.

Relawan Pramuka Bantul yang juga Warga Kapanewon Pleret, Riza Mardjuki masih mengingat jelas peristiwa 17 tahun silam itu. Dia mengatakan saat sedang mempersiapkan pentas teater di rumah milik temannya bernama Bagio di Kapanewon Sewon, hingga 27 Mei 2006 dini hari.

Sekitar pukul 04.00 WIB dirinya dan temannya baru bisa memejamkan mata. Namun, tak lama kemudian tiba-tiba terdengar suara orang berteriak dan menangis. Waktu itu dirinya langsung keluar kamar dan genting berjatuhan. Dia mengalami luka di kepala karena kejatuhan genting.

Saat sedang menunggu kabar dari keluarga, dia melihat orang berlalu lalang mengevakuasi korban luka. Riza pun langsung ke Kantor PMI Bantul. Ternyata dari halaman kantor PMI Bantul hingga jalan sekitar penuh dengan orang terluka.

Waktu itu orang yang kondisinya masih sadar dianggap hidup diletakkkan di sisi utara. Sementara yang sudah tidak bergerak atau meninggal diletakkan disisi selatan kantor PMI Bantul.

Sampai tengah hari dirinya baru teringat rumahnya di Dlingo. Waktu itu dirinya masih tinggal bersama keluarga sebelum pindah ke Pleret. Kondisi di Kapanewon Dlingo cukup tenang dan kerusakan tidak begitu parah seperti daerah kota Bantul dan sekitarnya.

Dia mengatakan kesadaran masyarakat terkait gempa sudah lebih baik.

"Saat ini ketika ada gempa sudah tahu apa yang dilakukan. Selain itu bangunan juga sudah dibangun memenuhi standar," kata Riza.

Seorang warga Kapanewon Bambanglipuro, Evi Hariyanti menceritakan, saat gempa 2006 lalu, dirinya sedang mengandung dan mendekati hari kelahiran. Rumahnya roboh diguncang gempa. Bangunan yang tersisa hanya rumah bekas kandang sapi. 

Sehari setelah gempa bumi, dirinya harus dilarikan ke rumah sakit karena tanda-tanda kelahiran anak pertamanya sudah terasa. Evi diantar ke rumah sakit khusus ibu dan anak. Namun, di sana ternyata untuk merawat korban gempa juga.

Akhirnya pada tanggal 29 Mei 2006 lahir anak pertamanya berjenis kelamin perempuan dengan selamat. Dia mengaku tak akan melupakan peristiwa itu.

"Tidak mungkin lupa dari ingatan. Trauma ya masih ada sedikit," kata dia.

Gempa saat itu berpusat di Padukuhan Potrobayan RT 003, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul. Saat ini berdiri monumen untuk mengenang gempa tersebut. 

Monumen itu didirikan sekitar 400 meter dari tempuran Sungai Opak dan Oya. Di bawahnya ditengarai sebagai pusat gempa. Monumen itu dibangun tepat 10 tahun gempa DIY-Jateng yakni pada tahun 2016 lalu. 

"Malam ini (Jumat) akan ada edukasi gempa melalui ketoprak di Padukuhan Potrobayan, dalam rangka mempringati refleksi gempa tahun 2006," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Agus Yuli Herwanta saat dihubungi melalui telepon Jumat (26/5/2023). 

Dia mengatakan kesadaran masyarakat terkait potensi bencana termasuk gempa bumi sudah baik. Hal ini karena adanya edukasi terkait gempa yang masif di masyarakat. 

BPBD Bantul juga sudah membuat kalurahan tangguh bencana 42 lokasi pada tahun 2022. Tahun ini akan ditambah 3 lokasi. 

"Sudah baik, tapi terus diingat dengan sosialiasi dan pelatihan setrta edukasi," kata dia. 

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/05/26/235855578/17-tahun-gempa-diy-warga-bantul-tidak-mungkin-lupa-dari-ingatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke