Salin Artikel

Kisah Suwardi Merawat Sendiri Rumah Joglo Berusia 250 tahun

Depan rumah asri ditumbuhi rumput yang tertata rapi, dan beberapa pohon membuat suasana asri khas rumah jaman dulu.

Seluruh dinding terbuat dari kayu dan anyaman bambu, tak membuat wibawa rumah ini luntur. Tak ada cat ataupun pernis untuk mengkilapkan kayu yang berusia ratusan tahun, dan dibiarkan warna asli.

Lantai yang terbuat dari batu putih tanpa semen membuat suasana jadul terpancar dari rumah yang saat ini ditempati FA Suwardi (78) dan adiknya. Terdapat pohon beringin di depan rumah dan pohon sawo berukuran besar di samping rumah.

Di depan rumah terdapat tulisan Bangunan Cagar Budaya, Rumah Tradisional Suwardi Berdasarkan keputusan surat Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor: 434/KPTS/2018, menggunakan papan berwarna putih.

Saat Kompas.com datang, pintu rumah dibiarkan terbuka, kursi tua berjejer rapi di dalam bangunan joglo itu. Di sisi barat ada tempat tidur tua dan beberapa set kursi salah satunya model 'babon angrem' khas rumah jawa. Yamaha L2 Super sepeda motor kelahiran tahun 1980-an ini terparkir rapi bersama sepeda.

Sejumlah foto terpampang mengelilingi gebyok yang berada di ruang tamu. Foto lawas mulai dari mbahnya, dan bapaknya, serta ibunya. Salah satu lukisan juga terpajang yakni Kolonel Infanteri (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto, yakni pamannya.

Pintu diketuk, ada suara parau dari samping rumah, tak berapa lama Suwardi datang sambil mengucapkan salam dengan penuh keramahan. Ternyata dia baru saja membetulkan genting yang bocor di sisi samping rumah.

Benar saja, ada tangga bambu yang masih terpasang di samping rumah, di bawahnya digunakan untuk kandang kambing.

"Baru dari membetulkan genting. Semua saya kerjakan sendiri," kata Suwardi ramah Senin (30/1/2023).

Saat disinggung mengapa tidak memanggil saudara atau tetangga, dia hanya tersenyum. Tubuh rentanya tetap mengerjakan sendiri, termasuk memenuhi segala kebutuhan sehari-hari sendiri.

"Dulu-dulunya pernah Panglima Jenderal Soedirman ganti tandu di sini. Tapi bukan rumah ini (joglo) rumah limasan," kata Suwardi.

Rumah limasan itu dijual, dan diganti Joglo milik kakek dan neneknya dari Padukuhan Trengguno wetan, sekitar tahun 1959.

"Usia Joglonya sekitar 250 tahun, kemungkinan karena dulu di sini dipakai Jenderal Soedirman, sehingga menjadi cagar budaya," kata dia.

"Cuman kursi sini ada yang dibawa untuk ganti tandu (Jenderal Soedirman) mungkin di museum Monjali (Monumen Jogja Kembali)," kata Suwardi.

Kursi itu sandarannya cukup tinggi, namun sisa kursi yang sama tidak ada lagi.

Tidak ada perawatan khusus untuk merawat Joglo, Limasan, dan Kampung ukurannya termasuk luas. Di bagian belakang, ada bak penampungan dari batu bata putih.

Pernah ditawar warga Jepang dan Amerika Serikat

Suwardi mengaku tidak tergiur dengan uang untuk mengganti rumahnya untuk dibeli. Selain itu, pernah ada turis bersepeda dan kebetulan melewati rumahnya.

"Banyak yang menawar tapi tidak. Pernah ada turis Jepang dan Amerika pas kebetulan lewat dan mampir. Tanya rumah ini dijual atau tidak. Saya langsung jawab tidak," kata Suwardi.

Suwardi mengatakan, rumah ini merupakan warisan yang akan terus dijaga. "Sampai kapanpun tetap harus dijaga," kata dia.

Dia mengatakan, masih memiliki ikatan saudara dengan Kolonel Infanteri (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto, yakni pamannya.

"Kolonel Sugiyono, itu om saya, tepatnya adik dari almarhum bapak saya," kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/01/31/124050778/kisah-suwardi-merawat-sendiri-rumah-joglo-berusia-250-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke