Salin Artikel

Sejarah Pesanggrahan Ambarrukmo, Kedaton Tempat Sultan Hamengkubuwono VII Menikmati Masa Tua

KOMPAS.com - Pendopo Agung Royal Ambarrukmo menjadi lokasi ijab kabul dalam rangkaian prosesi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono pada Sabtu, 10 Desember 2022.

Tak banyak yang tahu jika pendopo ini merupakan bagian dari sebuah kompleks kedaton yang bernama Pesanggrahan Ambarrukmo.

Lokasi pesanggrahan ini berada di antara Plaza Ambarrukmo dan Hotel Royal Ambarrukmo yang ada di Jalan Laksamana Udara Adisucipto, Yogyakarta.

Pesanggrahan Ambarrukmo adalah sebuah bangunan cagar budaya milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ditetapkannya Pesanggrahan Ambarrukmo sebagai cagar budaya sesuai dengan SK Menteri NoPM.25/PW.007/MKP/2007.

Berikut adalah sejarah singkat Pesanggrahan Ambarrukmo sejak awal berdiri hingga saat ini yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber.

Berawal dari sebuah kebun kerajaan

Wilayah Ambarrukmo dahulu dikenal dengan nama Jenu, yang sejak pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II digunakan sebagai sebuah kebun kerajaan.

Wilayah ini merupakan tempat Sultan beristirahat, menyambut tamu istana, maupun melakukan perundingan dengan pihak asing.

Kemudian pada pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V, dibangun pendopo kecil yang menjadi tempat istirahat raja ketika menunggu dan menyambut tamu.

Tradisi penyambutan tamu kerajaan di Jenu berlangsung hingga masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VI.

Dari Jenu, tamu akan diarak menuju istana yang biasanya akan menarik perhatian rakyat untuk melihatnya.

Seiring berjalannya waktu, bangunan pendopo kecil tersebut mulai diperluas agar dapat menampung tamu kerajaan beserta pengiringnya, begitupun rombongan penjemput dari kerajaan yang dipimpin oleh Sultan.

Perluasan bangunan pendopo dilakukan mulai tahun 1857 hingga tahun 1859.

Tahun dimulainya pembangunan pendopo tersebut dipahat pada sunduk kili di bagian utara, sementara tahun selesai dipahat pada sunduk kili di bagian selatan.

Setelah pembangunan pendopo tersebut selesai, tempat ini mulai disebut dengan nama Pesanggrahan Harja Purna.

Perubahan nama menjadi Kedaton Ambarrukmo

Setelah Sultan Hamengkubuwono VI wafat, sempat terjadi persoalan terkait suksesi karena tidak adanya sosok yang ditunjuk sebagai putra mahkota.

Singkat cerita, Raden Mas Murtareja yang merupakan putra Sultan Hamengkubuwono VI dari permaisuri kedua kemudian naik tahta menjadi raja.

Di bawah Sultan Hamengkubuwono VII, investasi asing di bidang perkebunan berkembang pesat sehingga dirinya mendapat julukan Sultan Sugih (Sultan Kaya).

Keuntungan yang didapat dimanfaatkan kerajaan untuk melakukan berbagai infrastruktur, termasuk gedung, jalan, Tugu Golong Gilig, dan sebagainya.

Selain itu dilakukan renovasi terhadap beberapa bangunan milik keraton, termasuk diantaranya Masjid Gedhe, Makam Raja di Kotagede, dan Pesanggrahan Harja Purna.

Perluasan Pesanggrahan Harja Purna ternyata memiliki maksud untuk mempersiapkan tempat tinggalnya kelak di hari tua.

Sehingga bangunan yang semula hanya terdiri dari pendopo kemudian ditambah dengan bangunan lain seperti dalem, andok, bale kambang, pancaosan, doorloop, dan alun-alun.

Penambahan bangunan ini membuat Pesanggrahan Harja Purna mirip dengan sebuah keraton, sehingga saat itu sebagian orang menyebutnya sebagai kedaton.

Setelah selesai dipugar, Sultan Hamengkubuwono VII meminta adiknya yaitu Gusti Adipati Mangkubumi memberi nama baru bagi Pesanggrahan Harja Purna.

Oleh Gusti Adipati Mangkubumi, Pesanggrahan Harja Purna kemudian diberi nama baru yaitu Kedaton Ambarrukmo.

Tempat Sultan Hamengkubuwono VII menikmati masa tua

Pada 29 Januari 1921, Sultan Hamengkubuwono VII mengadakan pertemuan resmi untuk terakhir kali di Bangsal Kencana KEraton Yogyakarta.

Setelah mundur dari statusnya sebagai raja, beliau menyampaikan maksudnya untuk tinggal di Kedaton Ambarrukmo.

Surat kabar Mataram sempat memberitakan kepindahan Sultan Hamengkubuwono VII dari Keraton Yogyakarta menuju Kedaton Ambarrukmo tersebut.

Sultan mengendarai kereta kencana Garuda Yaksa bersama Ratu Kencono dengan diikuti oleh sejumlah kerabat dekatnya.

Keberangkatan tersebut dengan ditandai tembakan 19 meriam, dan diiringi arak-arakan yang disambut oleh rakyat.

Sultan Hamengkubuwono VII menempati Kedaton Ambarrukmo bersama Ratu Kencono, Pangeran Subronto, Pangeran Ario Suryo subanto, dan beberapa kerabat.

Pangeran Purbaya diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono VIII untuk menggantikan posisi raja. Sementara Sultan Hamengkubuwono VII diberi gelar tambahan sebagai sultan Sepuh.

Sultan Hamengkubuwono VII tinggal di Kedaton Ambarrukmo hingga wafat pada 29 Desember 1912.

Setelahnya, Gusti Kanjeng Ratu Kencana menjadi penghuni terakhir dari Kedaton Ambarrukmo.

Sempat digunakan untuk kepentingan publik

Kedaton Ambarrukmo yang tidak lagi dihuni oleh pihak kerajaan kemudian berubah fungsi dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

Seperti pada tahun 1949 hingga 1950, pesanggrahan ini sempat digunakan sebagai perumahan sementara bagi pegawai kantor pos, serta tempat pendidikan Kepolisian Republik Indonesia.

Selain itu pada tahun 1947-1964, Kedaton Ambarrukmo jug digunakan sebagai kantor administrasi Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman.

Selama rentang tahun tersebut tercatat lima Bupati Sleman pernah berkantor di Kedaton Ambarrukmo.

Hingga akhirnya pada masa Sultan Hamengkubuwono IX, tanah di kompleks Kedaton Ambarrukmo sebagian digunakan untuk mendirikan hotel.

Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono X tepatnya pada 2004, dilakukan restorasi Pesanggrahan Ambarrukmo, restorasi hotel, dan pendirian Plaza Ambarrukmo.

Bagian-bagian dari Pesanggrahan Ambarrukmo

Pesanggrahan Ambarrukmo saat ini masih mempertahankan bagian-bagian dari bangunan lama seperti dalem, gandok, bale kambang, pancaosan, doorloop, dan alun-alun.

Dimulai dari bagian pendapa, sebelah utara terdapat dalem dengan bentuk bangunan limasan bergaya trajumas.

Di antara pendopo dan dalem terdapat paretan yaitu doorloop tempat pemberhentian kereta yang dinaiki raja ketika bepergian.

Sementara pada bagin dalem terdiri dari 4 kamar dengan 2 kamar di sisi barat dan 2 kamar di sisi timur.

Kemudian di sisi pendopo terdapat terdapat Bale Kambang berupa Tajug dua lantai yang dibangun di tengah kolam sebagai tempat semedi dan rekreasi.

Selain itu terdapat gandok atau paviliun memanjang dari utara ke selatan, terdiri dari gandok timur sebagai Kasatriyan tempat kediaman para pangeran dan gandok timur sebagai Keputren tempat kediaman para putri raja.

Bangunan asli gandok Kasatriyan kini sudah tidak ada dan digantikan dengan Hotel Royal Ambarrukmo.

Antara bangunan dalem dan gandok akan dihubungkan dengan doorloop dengan atap bertiang kayu seperti teras terbuka.

Di antara teras terbuka terdapat kamar mandi khusus sultan dengan kamar ganti yang mewah dengan gaya eropa.

Pesanggrahan Ambarrukmo memiliki dua pintu masuk dan keluar pada bagian barat dan timur di mana terdapat bangunan pancaosan berbentuk limas pacul gowang.

Sama seperti gandok Kasatriyan, pancaosan sebelah timur juga sudah tidak ada dan menjadi bagian dari Hotel Royal Ambarrukmo.

Saat ini, bangunan Pesanggrahan Ambarrukmo masih terlihat otentik meskipun sudah dilakukan renovasi pada beberapa bagian bangunan.

Sumber:
historia.jogjaprov.go.id  
depokkec.slemankab.go.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/12/10/225318678/sejarah-pesanggrahan-ambarrukmo-kedaton-tempat-sultan-hamengkubuwono-vii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke