NEWS
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Salin Artikel

Kisah Pasutri Difabel Bertahan di Tengah Kerasnya Hidup, Order Tak Pasti, Berhemat agar Bisa Makan

MAGELANG, KOMPAS.com -  Seluruh aktivitas Sholikin dilakukan dari atas kursi roda. Sejak kelas IV Sekolah Dasar, pria 54 tahun itu divonis menderita penyakit polio yang menyebabkan kakinya lumpuh.

Untuk menyambung hidup, Sholikin bekerja sebagai tukang reparasi barang-barang elektronik. Satu-satunya keahlian yang dimiliki sejak menempuh pendidikan dan pelatihan di sebuah yayasan khusus penyandang disabilitas di Yogyakarta.

"Pendapatan nggak tentu, kalau misalnya hari ini ramai, seminggu sampai dua minggu ke depan sepi," kata Sholikin, Jumat (1/12/2022).  

Solikhin tinggal di sebuah rumah sangat sederhana di Dusun Banjaran, Desa Tempurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Dapat dikatakan rumah yang dihuni bersama istri dan seorang anaknya itu jauh dari kata layak. 

Dinding berupa tambalan-tambalan kayu, plastik dan seng. Ukurannya tak lebih dari 4 x 2,5 meter. Kalau hujan tentu saja atap bocor di beberapa bagian.

Rumah itu pun berdiri di atas lahan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Magelang, tepat di pinggir jalan raya Magelang-Purworejo, Kecamatan Tempuran. 

"Ya, jadi kami boleh buat rumah di lahan punya DPUPR, asalkan rumahnya tidak permanen. Kalau nanti ada pelebaran jalan ya pasti habis digusur,"  ungkap Sholikhin.

Dia tinggal di rumah reot itu sejak 2001 silam. Sebelumnya, sejak tahun 1986, dia tinggal di asrama sebuah yayasan disabilitas di Yogyakarta sembari menempuh pendidikan dan bekerja di perusahaan mainan milik yayasan tersebut.

Di yayasan itu pula, Sholikin bertemu dengan Tunah (44) yang kini menjadi istrinya. Tunah menjadi satu-satunya wanita yang mau menerima kondisi dan kehidupannya. Padahal Tunah juga penyandang disabilitas grahita. Dia hanya memiliki satu kaki sejak lahir. 

Tahun 2001 keduanya memutuskan untuk menikah, lalu pindah ke Kabupaten Magelang. Sebelumnya Solikhin sempat belajar reparasi elektronik di Malioboro Yogyakarta. Ilmu yang diperoleh dari sana menjadi modal untuk membuka jasa reparasi elektronik di tempat tinggalnya yang baru.

"Kami coba buka jasa servis sendiri di rumah ini. Awal buka, bukan elektronik karena tidak ada  listrik, tapi buka servis jam dinding.  Nah setelah dapat saluran listrik dari saudara baru buka servis elektronik," kisah Sholikin. 

Beruntung sekarang mendapat saluran listrik dari pemilik usaha cucian truk dekat rumahnya, termasuk biaya bulanan yang sudah ditanggung oleh mereka.

Lebih lanjut, Sholikin bercerita, pandemi Covid-19 yang melanda global dua tahun lalu juga berdampak pada perekonomian keluarga. Bahkan, nyaris tanpa pemasukan dalam waktu lama. 

Sholikin dan istrinya tidak bisa berbuat banyak karena tidak punya keahlian selain reparasi. Sesekali mereka menjual barang elektronik bekas yang sudah tidak dipakai pelanggan, seperti tabung televisi yang dihargai Rp 75.000 untuk 4 buah tabung. 

"Sejak ada Covid-19 sepi. Sampai sekarang juga masih sepi nggak seperti dulu. Sekarang semingu ada, tapi sebulan (ke depan) nganggur. Ya, ini penghasilan utama, karena nggak ada usaha lainnya," ungkap Sholikin.

Ketika ada order servis elektronik, Sholikhin tentu saja senang. Dia rela berbelanja spare part sampai ke Yogyakarta, Semarang, bahkan Solo, menaiki sepeda motor modifikasi.

"Perginya beli spare part sendiri pake motor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa, yang cocok sama orang cacat," ucap Sholikin.

Berhemat

Tunah mengaku harus berhemat agar kebutuhan sehari-hari tercukupi. Setiap sang suami menerima order jasa reparasi dia belikan beras secukupnya dan bahan lauk pauk, termasuk sabun mandi, cuci dan sebagainya.

Jasa reparasi yang dipatok bervariasi tergantung tingkat kerusakan, kisaran Rp 50.000 sampai Rp 300.000.

"Makan ya seadanya saja, nasi dan lauk seadanya, sudah cukup. Ya, memang harus ngirit banget, karena pendapatan enggak tentu," kata Tunah.

Tapi, tidak jarang pula ada saudara dan tetangga yang baik hati memberinya sayuran untuk dimasak keluarganya.

"Alhamdulillah kami punya saudara, orang-orang di sini (tetangga) juga baik, mereka biasa aja sama kami, nggak membeda-bedakan gitu walaupun kami ini begini (disabilitas). Kadang ada yang ngasih sayur, lauk pauk, buat masak," papar Tunah.

Meski begitu, Sholikin dan Tunah merasa bersyukur. Anak semata wayangnya, Edwin Abyo Taukhid (17), tetap bersekolah hingga saat ini duduk di bangku SMK di Kota Magelang. Kondisi ekonomi keluarga tidak membuat anaknya patah arang.

Sejak MTS dan sekarang di SMK, anak lelakinya itu mendapatkan beasiswa penuh sehingga cukup mengurangi beban ekonomi.

Tunah menambahkan, anaknya juga mengerti dengan kondisi ekonomi keluarga sehingga dia pun hampir tak pernah meminta atau menuntut apa-apa dari kedua orangtuanya. 

Saat ini, keluarga Sholikin sudah tercatat sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos). Bantuan ini pun diperolehnya dengan penuh perjuangan karena Tunah meminta langsung ke Bupati Magelang Zaenal Arifin. 

"Saat orang-orang di sekitar sini terima PKH, saya tidak dikasih sendiri. Akhirnya saya nekat minta Pak Bupati, saya langsung ke rumah dinas bertemu beliau sampai akhirnya kami dapat," kisah Tunah. 

Tunah mengaku hanya tercatat sebagai penerima manfaat PKH. Dirinya juga berharap bisa mendapatkan Kartu Indoesia Sehat (KIS) untuk berobat suaminya. Tunah mangatakan suaminya harus rutin berobat untuk memeriksakan matanya yang pernah dioperasi.  

"Saya bersyukur atas kondisi saya. Tapi gimana lagi, yang penting saya enggak begini (meminta-Red). Saya juga tak pernah mengeluh ke saudara-saudara," tambahnya. 

Sementara itu, Edwin Abyo Taukhid (17), sang anak sama sekali tak pernah mempermasalahkan kondisi kedua orangtuanya. Dia justru bersyukur memiliki orangtua yang sangat menyayangi walaupun fisik mereka berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Sedari TK hingga SMP, Edwin selalu diantar oleh ayahnya. Begitu juga saat pembagian rapor sekolah. Melihat kondisi orang tuanya seperti itu, teman-teman hingga gurunya memaklumi hal tersebut. Sekarang, sudah tidak ada lagi yang mengejeknya. 

“Setelah lulus sekolah, pengen kuliah, tapi belum tahu di mana. Dulu pengennya jadi dokter, sekarang pengen jadi dokter otomatif,” kata Edwin bersemangat.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/12/05/141451778/kisah-pasutri-difabel-bertahan-di-tengah-kerasnya-hidup-order-tak-pasti

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Gelar Mudik Gratis Jakarta-Sumenep, Bupati Kampung Targetkan Ribuan Penumpang

Gelar Mudik Gratis Jakarta-Sumenep, Bupati Kampung Targetkan Ribuan Penumpang

Regional
Bupati Jekek Paparkan Prestasi Pemkab Wonogiri, dari Pertumbuhan Ekonomi hingga Penghargaan Tingkat Nasional

Bupati Jekek Paparkan Prestasi Pemkab Wonogiri, dari Pertumbuhan Ekonomi hingga Penghargaan Tingkat Nasional

Regional
Realitas Tata Kelola Transportasi Laut yang Mengecewakan

Realitas Tata Kelola Transportasi Laut yang Mengecewakan

Regional
Tata Kelola Danau Toba Pasca-F1H20

Tata Kelola Danau Toba Pasca-F1H20

Regional
Gencarkan Citra “Makassar Kota Makan”, Walkot Danny Ajak Apeksi Nikmati 50 Jenis Makanan Tradisional

Gencarkan Citra “Makassar Kota Makan”, Walkot Danny Ajak Apeksi Nikmati 50 Jenis Makanan Tradisional

Regional
Patriarki dan Kekerasan terhadap Perempuan Adat

Patriarki dan Kekerasan terhadap Perempuan Adat

Regional
Buku Bupati Hamim “Belajar dari Bone Bolango” Tuai Banyak Respons Positif

Buku Bupati Hamim “Belajar dari Bone Bolango” Tuai Banyak Respons Positif

Regional
Jokowi Larang ASN Bukber, Bupati Sumenep: Kami Ikuti Arahan Pak Presiden

Jokowi Larang ASN Bukber, Bupati Sumenep: Kami Ikuti Arahan Pak Presiden

Regional
Tatkala Jawa Mulai Rusak

Tatkala Jawa Mulai Rusak

Regional
Sejalan dengan Soekarno, PDI-P Jatim Tolak Kehadiran Israel di Jatim

Sejalan dengan Soekarno, PDI-P Jatim Tolak Kehadiran Israel di Jatim

Regional
Papeda: Antara Jatuh Gengsi dan Masa Depan Ketahanan Pangan

Papeda: Antara Jatuh Gengsi dan Masa Depan Ketahanan Pangan

Regional
Dukung Kemerdekaan Palestina, Ganjar Harap Piala Dunia U-20 Digelar Tanpa Israel

Dukung Kemerdekaan Palestina, Ganjar Harap Piala Dunia U-20 Digelar Tanpa Israel

Regional
Gus Muhaimin Silaturahmi ke IAY Darul Azhar Tanah Bumbu, Bupati Zairullah Ucapkan Rasa Syukur

Gus Muhaimin Silaturahmi ke IAY Darul Azhar Tanah Bumbu, Bupati Zairullah Ucapkan Rasa Syukur

Regional
Sejahterakan Umat, Danny Pomanto Raih Penghargaan Baznas Award 2023

Sejahterakan Umat, Danny Pomanto Raih Penghargaan Baznas Award 2023

Regional
Pemkot Cilegon Teken MoU dengan PT KAS dan PT CAP untuk Proyek Pembangunan Pelabuhan Warnasari

Pemkot Cilegon Teken MoU dengan PT KAS dan PT CAP untuk Proyek Pembangunan Pelabuhan Warnasari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke