Salin Artikel

“Ilustrasiana Goes to Yogya”, Pameran Karya Seni yang Mengutamakan Kegembiraan

Kebanyakan orang mengenal ilustrasi melalui sampul atau cover buku. Hal ini wajar, mengingat pada waktu tertentu ilustrasi identik dengan dunia percetakan, terutama buku.

Ketika dunia cetak masih dominan dan belum ada digitalisasi, maka saat itu ilustrasi menjadi salah satu bagian seni rupa yang langsung berhadapan dengan masyarakat umum.Berbeda dengan jenis seni rupa lain seperti lukisan atau patung yang hanya hadir di galeri-galeri, ilustrasi tidak berada di ruang elite seni rupa. Mungkin hanya seni grafis yang memiliki posisi yang sama dengan ilustrasi karena langsung berhadapan dengan masyarakat.

Membaca ilustrasi sama seperti teks dalam bentuk gambar, simbol, atau tanda. Namun dalam perkembangannya ilustrasi harus berhadapan dengan berbagai pesoalan. Salah satunya, perkembangan teknologi informasi yang kemudian secara dominan mampu mengusur dunia cetak. Meski begitu, di sisi lain perkembangan teknologi informasi juga menjadikan ilustrasi memiliki daya jelajah lebih dari sekadar pemahaman awal tentang ilustrasi.

Kini babak baru ilustrasi di Indonesia tentu memiliki nuansa yang berbeda. Dalam hal ini lebih didominasi dengan keriuhan teknologi informasi. Namun ada satu pertanyaan penting yang harus dijawab yakni mampukah ilustrasi di Indonesia memiliki inovasi baru dan melewati keriuhan tersebut, serta tetap hadir dengan wajah baru.

Ilustrasiana Goes to Yogya

Yogyakarta merupakan kota ketiga yang disinggahi dalam rangkaian pameran “Ilustrasiana” ini. Sebelumnya pameran ini telah dilaksanakan di Bogor dan Bandung.

Yogya merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dari Bentara Budaya. Maka dari itu pameran ilustrasi telah menempatkan Yogya sebagai titik utama sejak rencana pameran ini digulirkan.

Yogya telah melahirkan banyak ilustrator yang meletakkan pencapaian atau milestone dalam sejarah seni gambar atau ilustrasi. Keunikan Yogya bukan pada keberadaan lembaga pendidikan seni yang melahirkan banyak ilustrator akademis, tapi pendidikan-pendidikan nonformal yang digerakkan oleh masyarakat akar rumput.

Dari dulu hingga kini seni hidup dalam keseharian masyarakat Yogya membentuk lingkungan sosio-kultur yang organik. Dunia seni visual di Yogya juga telah mapan dalam tradisi. Selain itu juga berkembang dalam kehidupan multikultur dengan banyaknya pendatang yang belajar dan menetap di Yogya.

Dari manapun asalnya jika sudah lama tinggal dan berkarya, maka akan disebut seniman Yogya. Gelar ini kemudian menjadi identitas. Hal ini terjadi juga di kota-kota lain karena lingkungan kota membentuk manusianya.

Gelar dari kota seperti Yogya misalnya, sudah tentu akan menunjukkan ciri yang khas. Dalam seni ilustrasi yang telah baur hingga saat ini, ciri khas menjadi sesuatu yang tentatif dan relatif. Maka bagaimana kita dapat menemukan aspek ke-Yogyaan dari sebuah karya ilustrasi? Pameran ini sedang mencarinya, pencarian yang terus menerus di segala bidang seni.

Keistimewaan Yogya dalam rangkaian pameran ini tentu bersanding dan berjalinan dengan keistimewaan kota-kota lain. Hal ini yang menjadikan pameran Ilustrasiana semakin jelas dalam menggambarkan visinya untuk memetakan perkembangan seni ilustrasi di Indonesia. Tidaklah berlebihan rasanya jika kita menempatkan titik simpulnya dari kota- kota yang telah dilewati dan akan dikunjungi Ilustrasiana.

Bangsa Indonesia patut mengingat pada kepemilikan semua jenis dan bentuk ilustrasi naratif. Dari gambar prasejarah di dinding gua, seni tradisi relief dalam pahatan batu candi, pajagong di wayang beber, wayang prasi pada daun lontar, buku-buku dan surat kabar yang terbit di jaman kolonial hingga poster dalam perjuangan merebut kemerdekaan yang diinisiasi oleh para seniman dalam Persatuan Ahli Gambar (Persagi).

Gambaran linimasa ini meskipun sedikit tapi mampu memperlihatkan betapa kuat, dalam dan melimpahnya ilustrasi di negeri ini. Bahkan hingga kita bicara ilustrasi saat ini yang tumbuh dalam lingkungan media sosial yang terbuka.

Pameran ini tidak dalam kapasitas untuk menarik relasi sejarah dengan apa yang terjadi di hari ini. Namun setidaknya pameran ini mengarahkan kita pada sebuah titik pencapaian dari perkembangan ilustrasi yang muncul dengan riuh mewakili jaman dan tempat para illustrator ini tumbuh.

Para peserta berjumlah 23 ilustrator. Di antaranya adalah Alodia Yap, Andi Yudha A., Angga Yuniar S Athonk, Chrisna Banyu, Dessaf, Emily Subroto, Fajar Sungging, Intan Jelita, dan Iqbal Amirdha. Lalu Isa Anshori, Iwank Yellowteeth, Jemmi Anugrah, KAMISKETSA, Naja Izzah Kurniawan, Ong Hari Wahyu, Putra Eko Prasetyo, Ragil Surya Mega, Rato Tanggela, Terra Bajraghosa, Thomdean, Tita Larasati.

Ilustrasiana yang digagas Bentara Budaya ini berusaha mempresentasikan ilustrasi sebagai seni yang mampu mengambil jarak dari teks dan perbincangan formalisme seni rupa murni dan terapan.

Pameran ini mengumpulkan karya yang mengutamakan kegembiraan, keterbukaan serta kebebasan layaknya kehidupan multikultural. Sekaligus saat ini bisa dianggap sebagai sebuah cara healing atau penyembuhan dari lelahnya sebuah pandemi global.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/08/16/022523578/ilustrasiana-goes-to-yogya-pameran-karya-seni-yang-mengutamakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke