Salin Artikel

Sempat Miliki Ratusan Siswa, SD di Bukit Menoreh Ini Hanya Diminati 2 Pendaftar

KULON PROGO, KOMPAS.com – Sekolah Dasar Kristen Widodo Plampang di Pedukuhan Plampang II, Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerima dua siswa untuk tahun ajaran 2022-2023. Kedua siswa itu perempuan.

Penerimaan siswa tahun ini dianggap lebih baik dari tahun ajaran lalu yang tidak memperoleh siswa sedikit pun.

“Tahun ini ada dua siswa, perempuan semua,” kata Kepala Sekolah SD Kristen Widada, Agus Edy Purwanto, Rabu (13/7/2022).

Dengan kehadiran dua siswa baru, SD ini sekarang memiliki total 10 siswa. Mereka semua terdiri dari empat siswa di kelas enam, tiga siswa di kelas empat, dan satu anak di kelas tiga.

“Ditambah dua siswa baru tahun ini, semua jadi 10 siswa,” kata Agus.

SD Widodo terpencil di sebuah bukit di Kulon Progo. Sekolah terletak jauh dari Wates, ibu kota Kulon Progo. Lebih dari 45 menit berkendara dengan roda dua.

Sekolah ini berada di dataran tinggi yang dinamai Bukit Menoreh.

Perjalan ke sana melewati jalan aspal dengan jurang dan tebing yang ditumbuhi perkebunan rakyat. Jalanan curam dan licin karena berpasir.

SD Widodo didirikan Yayasan Widodo yang merupakan kepanjangan pelayanan Gereja Kristen Jawa di desa Temon dan Palihan untuk bidang pendidikan.

Sekolah berdiri di lahan Sultan Ground seluas 750 meter persegi mulai 1967.

Pendidikan di daerah terpencil lantaran daerah ini tidak terjangkau pemerintah di masa tahun awal sekolah berdiri.

Sebagai sekolah satu-satunya saat itu, peserta belajarnya tumpah ruah. Catatan mereka, setidaknya rata-rata sekolah memiliki 250 siswa rentang 1980 - 1990.

Meski bangunan awal masih dinding anyaman bambu dan berlantai tanah, guru sampai membuka kelas di rumah-rumah warga sekitar SD.

“Murid terbanyak di Kulon Progo di zamannya,” kata Agus.

Masyarakat terlihat sangat membutuhkan. Banyak anak dari keluarga sangat miskin dan banyak anak membutuhkan perhatian khusus.

“Banyak anak yang tidak memiliki orangtua yang lengkap,” kata Agus.

Perjalanan waktu, jumlah siswa mendaftar semakin surut. Salah satunya karena bermunculan sejumlah sekolah di dusun kanan kiri, seperti MI di Sangon, MI di Plampang III, dan satu SD Negeri Gunung Agung.

Selain itu, pola pikir masyarakat juga berkembang semakin terpolarisasi soal sekolah berbasis agama.

Ajakan sekolah gratis belum berhasil menarik minat. Peminat sekolah tetap semakin susut.

Kini, hanya tersisa 10 siswa saja.

“Kelas dua dan kelas lima tidak ada siswa,” kata Agus.

Kepala sekolah memastikan, sekolah ini tetap akan terus dibuka sampai kapan pun. Pasalnya, sekolah memiliki latar perjuangan dan pelayanan panjang bagi masyarakat.

Pihaknya tetap bangga, terlebih mengingat bahwa sekolah telah menjadi bagian dari menciptakan banyak orang berhasil di bidangnya.

“Mereka yang pernah sekolah di sini sekarang banyak sekali yang akhirnya sudah menjadi tentara sekarang. Perwira menengah tentara juga ada. Ada juga yang sudah jadi dokter dan dosen,” kata Agus pada kesempatan sebelumnya.

Minim siswa

Tidak sedikit sekolah minim pendaftar tiap musim tahun ajaran baru hingga jadi sekolah minim siswa seperti ini. Tantangan ini dirasakan banyak sekolah swasta di daerah pinggiran dengan kondisi warga ekonomi kurang mampu.

Beban operasional tinggi. Berat bagi sejumlah yayasan penyelenggara sekolah.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kulon Progo, Arif Prastowo mengungkapkan satu sekolah swasta bahkan tutup di 2022 ini.

“Tahun ini ada satu SD swasta. Mereka akan mengalihkan siswanya ke daerah lain. Untuk daerah tertentu dengan murid sedikit, sangat membebani," kata Arif.

Pemerintah menurutnya memahami kesulitan sekolah swasta. Namun, semua tergantung usaha dan strategi yayasan penyelenggara sekolah.

"Agak dilematis untuk sekolah di tempat yang dalam tanda petik terpencil," kata Arif pada kesempatan berbeda.

Soal minim pendaftar dan minum siswa tidak hanya sekolah swasta. Sekolah negeri minim peserta juga ada.

Salah satunya SDN Ngrojo di Kalurahan Kembang, Kapanewon Nanggulan, Kulon Progo. Sekolah ini satu-satunya sekolah yang tidak mendapatkan murid melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022. Karenanya, sekolah ini hanya memiliki total delapan siswa saja.

Sampai dengan batas waktu penutupan, tidak ada calon siswa yang mendaftar. Padahal, sekolah berada di kawasan padat pemukiman.

“Kami akan mengevaluasi SD itu. Kami masih menjalin komunikasi di tingkat kalurahan dan kecamatan untuk apa yang harus dilakukan bagi sekolah ini. Regrup salah satu jalan keluar. Tergantung potensi di wilayah tersebut," kata Arif.

Sekolah minim siswa seperti ini terdapat sekitar 30 sekolah di Kulon Progo. Biasanya memiliki jumlah total pelajarnya kurang 60 orang. Kelas dengan jumlah di bawah 10 dalam satu kelas bisa disebut kekurangan siswa.

Kebanyakan berada di perbukitan dan daerah pinggiran.

“Kami terus memperhatikan yang di bawah 60 siswa," kata Arif.

Perhatian diberikan lantaran pelajar tidak hanya berkembang dalam hal kemampuan akademik semata. Pelajar memerlukan pula kemampuan sosial lewat kemampuan bersosialisasi dengan banyak teman, belajar bekerja sama, hingga interaksi sosial. Selain juga mengembangkan tenaga pendidik dan pendidik.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/07/14/053000278/sempat-miliki-ratusan-siswa-sd-di-bukit-menoreh-ini-hanya-diminati-2

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke