Salin Artikel

Gangguan Kesehatan Mental Remaja Naik, Ini Kata Sosiolog Kriminal UGM

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menuturkan, berdasarkan riset, gangguan emosi mental peningkatannya terjadi setiap tahun.

"Jika sebelumnya angka remaja yang mengalami mental emotional disorder sebanyak 6,1 persen maka tahun ini jumlahnya meningkat menjadi 9,8 persen. Ini cukup serius untuk menjadi perhatian kita semua, bagaimana mencapai generasi muda yang unggul untuk masa depan Indonesia,” ujar Hasto Wardoyo dalam keterangan tertulis Humas BKKBN.

Selanjutnya Hasto menyebutkan, perilaku remaja-remaja yang brutal dan mudah terpancing untuk bertindak kriminal, juga akibat dari mental emotional disorder.

"Mohon maaf ini, perilaku 'klitih' di kalangan remaja di Yogyakarta, kemungkinan indikasinya dari mental emotional disorder. Meskipun ini angka peningkatan secara nasional," tuturnya.

Dalam pandangan sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto, kenaikan itu berpengaruh kepada tindak kriminal, termasuk aksi kejahatan jalanan.

"Secara umum memang sangat berpengaruh terhadap tindak kriminal, artinya tindakan-tindakan menyimpang dia sampai masuk tindakan kriminal jadi tidak terkendali atau terpacu oleh kondisi psikologi yang tidak terkontrol," ujar dia saat dihubungi, Kamis (30/6/2022).

Soeprapto mengatakan, kecerdasan emosional ada empat tingkatan. Pertama, jika seseorang memahami dirinya. Kedua, jika seseorang mampu mengendalikan dirinya.

Ketiga, jika seseorang tersebut mampu memahami orang lain. Keempat mampu mengendalikan orang lain, misalnya ketika ada orang mau berbuat salah bisa mengingatkan.

"Intinya adalah memang kondisi psikoligis ataupun kondisi emosional seseorang jelas berpengaruh pada kecenderungan untuk berbuat tidak bertanggungjawab," ungkapnya.

Dalam konteks kejahatan jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang melibatkan remaja, Soeprapto melihat tidak banyak karena faktor kondisi emosionalnya yang bermasalah atau kecerdasan emosionalnya yang rendah.

Namun lebih karena adanya faktor lain. Meskipun, faktor lain tersebut kemudian mempengaruhi emosional.

"Saya lihat sebetulnya bukan karena faktor kecerdasan emosionalnya yang rendah atau kondisi emosionalnya yang bermasalah, tetapi terkadang mereka dibuat melalui minuman keras. Memang lalu emosionalnya diusik, dibuat sehingga orang tidak bisa mengontrol diri. Tetapi intinya memang aspek emosional memengaruhi tindak kejahatan maupun kenakalan," ucapnya.

Soeprapto menuturkan aksi kejahatan jalanan yang melibatkan remaja di Yogyakarta cenderung pada faktor yang dibuat. Bukan karena kondisi emosional keaslian.

"Saya bilang pelaku kejahatan jalanan ada yang murni organisasi remaja yang dipengaruhi alumni dari sekolahnya dan ada yang selain ditumpangi alumni, ada juga yang ditumpangi kelompok lain yang lebih besar apakah itu preman dan lain-lain. Nah saya melihat lebih banyak yang di skenario oleh kelompok lain itu," tegasnya.

Tetapi mereka ketika mau merekrut lanjut Soeprapto melihat potensi psikologis dan emosionalnya. Mereka memastikan orang direkrut bisa dengan mudah didokrin.

"Mereka melihat potensi psikologis dan emosionalnya karena mereka paham oh ini bisa digarap, oh ini tidak bisa. Mereka biasanya kan mendokrin dengan alasan menjaga solidaritas, menjaga almamater, nama baik kelompok dan sebagainya," tandasnya.

Menurut Soeprapto lingkungan sangat kuat mempengaruhi kondisi emosional remaja. Termasuk, lingkungan keluarga.

"Jadi perceraian merupakan salah satu yang memengaruhi kualitas anak. Tetapi yang berbahaya itu adalah keluarga yang terlihat harnonis tidak bercerai tetapi ada sikap-sikap yang membuat anak tidak nyaman, misalnya tidak berlaku adil, pilih kasih terhadap anak," ucapnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/07/01/134418678/gangguan-kesehatan-mental-remaja-naik-ini-kata-sosiolog-kriminal-ugm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke