Salin Artikel

Alun-alun Utara dan Keraton Yogyakarta Dijual Virtual, Sultan Anggap Seperti Bermain Monopoli

Raja Jawa berusia 75 tahun itu menganggap penjualan beberapa aset secara virtual tersebut hanya seperti permainan monopoli.

"Virtual itu, tahu main monopoli ga? Kalau pakai dadu dapat sekian naik turun begitu lewati tertentu punya duit iso tuku omah (bisa beli rumah), hotel kan gitu. Ha yo podo lah (ya sama lah)," kata Sultan, Kamis (6/1/2022).

Menurutnya penjualan secara virtual itu tidak perlu diambil pusing karena tak hanya Keraton Yogyakarta dan Alun-alun Utara Yogyakarta saja tetapi juga Istana Negara dijual.

"Lha Istana Negara saja dijual," imbuhnya.

"Jadi seperti itu, nanti bisa di situ untuk keramaian dan sebagainya tapi virtual semua bukan transaksi fisik main monopoli lah. Hotel kan ya barang cilik (kecil) warna merah di monopoli ya gitu itu," pungkas Sultan.

Pakar telematika Ridi Ferdiana menjelaskan, penjualan penjualan secara virtual aset-aset negara itu merupakan pengkombinassian beberapa teknologi seperti peta digital, blockchain dan juga konsep metaverse.

Ridi menjelaskan metaverse adalah evolusi dari sebuah video game yang menghubungkan aktivitas dunia nyata ke dunia virtual.

Dia mencontohkan, video game The SIMS atau Second Life, misalnya, adalah sebuah video game yang merupakan cikal bakal metaverse. Aktivitas kehidupan di dunia sehari-hari sebagai manusia bisa dilakukan di dunia virtual. 

“Kemajuan teknologi menggeser sebuah video game menjadi sebuah dunia virtual yang mereplikasi kondisi dunia nyata,” kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis (6/1/2022).

Lanjut dia dengan teknologi komputasi yang sekarang semakin maju para pengembang teknologi sekarang dapat mereplika apa yang ada di dunia menjadi berada di dunia maya.

Seperti mereplika jalan yang ada di bumi, kompleks pertokoan, hingga lokasi-lokasi menarik lainnya.

“Pengembang teknologi informasi dapat mereplikasi seisi bumi dalam bentuk virtual, dan dari situlah Metaverse hadir,” kata dia.

Dia menjelaskan Next Earth mengombinasikan berbagai teknologi peta digital, blockchain, dan juga konsep metaverse. Berbagai pengembang teknologi sekarang sudah membuat peta digital, peta digital inilah yang diperjualbelikan dengan teknologi blockchain.

“Singkat kata, Next Earth adalah jual beli cryptocurrency dengan menggunakan tanah virtual sebagai assetnya. Next Earth menggunakan mata uang tersendiri yang dikenal dengan MATIC untuk membeli tanah tersebut,” jelasnya.

Lalu apakah Pemerintah DIY harus mengambil sikap dengan dijualnya aset negara secara digital melalui nextearth? Menurut Ridi, Aset virtual dalam Next earth tidak lain adalah Cryptocurrency.

Di Indonesia sendiri sudah menganggap mata uang kripto sebagai sebuah komoditas digital yang diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan.

“Yang jadi pertanyaannya adalah seberapa credible mata uang crypto di Matic, apakah aman dan dijamin itu adalah lain cerita,” kata dia.

Ia menilai langkah pengembang teknologi Next Earth dengan memperjual belikan peta digital sebagai langkah yang cerdas, karena Next Earth mengizinkan pengguna memberi nama sendiri lokasi yang ada.

“Secara default nama yang kita beli adalah Unnamed Territory walaupun kursornya kita arahkan ke lokasi yang sangat ternama,” ujar dia.

Bagi pemilik aset di dunia nyata yang dijual secara digital atau virtual ini menurut Ridi adda dua langkah yang bisa dilakukan. PErtama adalah memilikinya kedua adalah membiarkan saja karena yang dijual berada di dunia virtual.

“Sesuai dengan namanya metaverse maka lokasi yang ada di metaverse ini tidak diberi nama (unnamed teritory) namun demikian pemilik aset virtual tersebut besar kemungkinan akan menamakannya dengan lokasi yang sama dengan di dunia nyata. Pada saat itu terjadi tentu pemilik asset real (nyata) dapat memilikinya atau membiarkannya karena di dunia virtual yang berbeda,” kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/06/170308678/alun-alun-utara-dan-keraton-yogyakarta-dijual-virtual-sultan-anggap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke