Salin Artikel

Ratu Kalinyamat, Sosok Pemimpin Perempuan di Jepara Pesisir Utara Jawa

Walaupun dalam tradisi Jawa, perempuan disebut "konco wingking" atau teman belakang, Ratu Kalinyamat telah memainkan perannya.

Tak hanya di lingkup regional, namun kegigihan Ratu Kalinyamat juga di akui di lingkup internasional.

Munculnya Ratu Kalinyamat sebagai lakon perempuan Jawa telah menunjukkan kondisi yang bertolak-belakang dengan tradisi dan gambaran perempuan Jawa secara umum.

Membawa Jepara di puncak kejayaan

Sepanjang sejarah maritim di Indonesia, sosok Ratu Kalinyamat telah meninggalkan jejak tersendiri mengenai keterlibatan perempuan Jawa yang menjaga kedaulatan maritim Nusantara.

Selama 30 tahun kepemimpinnya, Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara pada puncak kejayaannya.

Ratu Kalinyamat dengan armada lautnya, telah dua kali menyerang Portugis di Malaka.

Sehingga selama masa kekuasaannya, Jepara semakin berkembang pesat menjadi bandar pelabuhan terbesar di Pantai Utara Jawa serta memiliki armada laut yang besar dan kuat.

Pada penyerangan pertama, Ratu Kalinyamat dan armadanya berhasil mengepung Malaka selama tiga bulan.

Penyerangan ini dilakukan untuk menarik mundur Portugis dari Malaka pada tahun 1551 dan 1574.

Sayangnya pada penyerangan kedua ia gagal. Ratu Kalinyamat pun menarik kembali pasukannya ke Jawa.

Walaupun demikian, pada masa kekuasaan Ratu Kalinyamat, kota pelabuhan Jepara merupakan salah satu kota atau kerajaan maritim di Pantai Utara Jawa yang sangat kuat.

Kala itu masyarakat Jeparatampil dalam panggung sejarah Nusantara sebagai masyarakat bahari dengan memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan memanfaatkan sumber daya lautnya.

Hal tersebut terungkap dari tulisan Diego de Couto dalam bukunya “Da Asia”. Ia menyebut Rainha de Japara, senhora paderosa e rica (Ratu Jepara, seorang perempuan kaya dan sangat berkuasa). Sumber lainnya juga menyebutnya sebagai De Kraine Dame (seorang perempuan yang pemberani).

Selama kepemimpinannya, Ratu Kalinyamat tak hanya fokus pada pertanian sebagai wilayah kekuasaannya.

Ia mengutamakan aktivitas pelayaran dan perdagangan dengan daerah seberang.

Tak hanya itu. Ia juga menerapkan sistem commenda (kontrak pinjaman alat bayar/uang untuk perdagangan) dalam melakukan hubungan dagang dan pelayaran.

Sistem commenda mengatur raja atau penguasa yang ada di wilayah pesisir melalui wakil-wakilnya di Malaka, untuk menanamkan modal pada kapal dari dalam maupun luar negeri yang akan berlayar untuk melaksanakan perdagangan dengan wilayah lain.

Sayangnya Jepara mengalami kemunduran saat Ratu Kalinyamat mangkat dan kekuasaannya jatuh di tangan Sultan Pajang.

Nanum pelabuhan Jepara dan aktivitasnya tak berhenti. Salah satu pelaut Belanda yang datang pertama kali Jepara mengatakan jika Jepara adalah pelabuhan ekspor yang menjadi bagian penting Kerajaan Mataram.

Sekitar tahun 1680-an, VOC memperoleh konsesi dalam bentuk sewa (gadai) dari Raja Mataram untuk mendirikan benteng di Pelabuhan Jepara.

Selain Batavia, pusat kekuasaan VOC ada di Jepara karena pada waktu itu posisi Jepara sangat menguntungkan.

Dengan pusat kekuasaan di Jepara, maka VOC akan mewarisi sarana dan prasarana kota pelabuhan yang strategis serta potensi Jepara yang saat itu masih memiliki daerah yang menghasilkan produk pertanian

https://yogyakarta.kompas.com/read/2021/03/08/074700678/ratu-kalinyamat-sosok-pemimpin-perempuan-di-jepara-pesisir-utara-jawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke