YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah DI Yogyakarta menyatakan, mereka mendorong swasta untuk membuat rumah secara vertikal atau rumah susun, mengingat harga tanah yang melambung.
Rumah vertikal didorong pembangunannya lantaran kenaikan tanah bisa mencapai 20 tahun setiap tahunnya.
Walhasil, buruh yang pendapatannya setara atau bahkan di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di DI Yogyakarta merana.
Baca juga: Meski Pandemi Belum Lenyap, Harga Tanah di Jabodetabek Naik 2 Persen
"Jadi memang kita mengimbau belum sampai pada larangan, pada saat memberikan perizinan kabupaten/kota diupayakan supaya permukiman dan bangunan lebih vertikal jadi tidak banyak lahan pertanian yang kemudian tersita untuk kebutuhan tempat tinggal," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji, Rabu (12/10/2022).
Aji menambahkan, rumah vertikal atau rumah susun juga perlu diperhatikan soal ketinggian bangunan. Sebabnya, ketinggian tersebut dibatasi oleh jalur pesawat.
"Ini juga harus kita sinkronkan dengan bangunan-bangunan yang cagar budaya walaupun kita minta vertikal diutamakan, tapi kan kalau cagar budaya tidak boleh berubah dari fasad sebelumnya," jelas dia.
Aji menyampaikan rusun dibutuhkan bagi masyarakat menengah ke bawah yang belum memiliki tempat tinggal, atau bagi warga yang masih sewa atau ikut orangtua.
Diharapkan, ke depan ada investor atau pemerintah kabupaten/kota yang menyediakan rusun dengan sistem sewa beli.
"Jadi dia nyewa tapi harga sewanya dilebihkan jadi saat sekian puluh tahun bisa jadi milik. Walaupun vertikal tidak ada masalah seperti apartemen kan," ujar dia.
Baca juga: Harga Tanah di IKN Diisukan Meroket, Apa Tanggapan Sofyan Djalil?
Ia menyebut, rata-rata rusun di Yogyakarta masih sewa dan disediakan oleh pemerintah kabupaten atau kota, rumah susun yang dibangun oleh swasta di Yogyakarta saat ini masih berupa apartemen.
"Dibeli ada sewa, ada beli, tapi yang untuk kebutuhan masyarakat menangah bawah rumah susun. Bisa juga kita pakai skema sewa beli supaya waktu pensiun sudah punya rumah," imbuh dia.
Sementara itu, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Ilham Muhammad Nur saat dihubungi menyampaikan, kenaikan harga tanah di DIY mencapai 20 persen setiap tahunnya.
Dia juga tidak memungkiri bahwa harga tanah dan rumah di DIY sudah tidak terjangkau bagi buruh DIY. "Iya memang (tidak terjangkau bagi buruh)," kata dia.
Dengan kondisi tingginya tanah di Yogyakarta membuat perumahan subsidi dibangun di pinggiran DIY terbanyak saat ini berada di Kabupaten Gunungkidul.
"Pasokan rumah subsidi di DIY, saat ini, terbanyak berlokasi di Kabupaten Gunungkidul," ucap dia.
Baca juga: Harga Tanah di IKN Diisukan Meroket, Akankah Semahal Jakarta?