KOMPAS.com - Candi Borobudur merupakan sebua candi di Indonesia yang menyandang predikat sebagai candi Buddha terbesar di dunia.
Pada 13 Desember 1991, Candi Borobudur juga telah mendapat predikat sebagai Warisan Budaya Dunia dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) World Heritage Committee.
Baca juga: Apakah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman?
Candi Borobudur terletak di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Lokasi candi Buddha ini begitu indah karena dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah selatan.
Baca juga: Candi Borobudur Ternyata Tidak Masuk Daftar 7 Keajaiban Dunia
Candi Borobudur juga serta terletak di antara dua aliran sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo.
Kemegahan Candi Borobudur yang tersusun dari batuan andesit ini membuat banyak orang penasaran akan sejarah pembangunannya.
Baca juga: Mitos dan Fakta Menarik Candi Borobudur, Termasuk Misteri Isi Stupa Utama
Asal-usul dan siapa yang membangun Candi Borobudur kemudian dikaitkan dengan bukti sejarah terkait dengan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah ini pada masa lampau.
Sosok yang membangun Candi Borobudur adalah Raja Samaratungga dari Kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Buddha.
Pendapat ini salah satunya merujuk pada temuan Prasasti Karangtengah/Parasasti Kayumwungan dan Prasasti Tri Tepusan.
Dilansir dari laman Kemendikbud, menurut interpretasi sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya disebutkan bahwa pendiri Candi Borobudur adalah Raja Samaratungga.
Pendapat selanjutnya adalah menurut arkeolog Indonesia yang terlibat dalam pemugaran Candi Borobudur, Soekmono yang menginterpretasikan bahwa bangunan yang disebut Jinalaya yang dibangun oleh Raja Samaratungga dalam Prasasti Karangtengah diduga merujuk pada Candi Borobudur.
Raja Samaratungga adalah keturunan Dinasti Syailendra yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Buddha.
Samaratungga memerintah menggantikan ayahnya yang bernama Sri Dharmatungga.
Pada periode pemerintahan Dinasti Syailendra ini diperkirakan menjadi masa keemasan dengan perkembangan di berbagai bidang, seperti agama, politik, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian, dan sosial.
Pembangunan Candi Borobudur dilakukan secara bertahap dan bergotong royong sebagai bentuk kebaktian pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra yang menganut aliran Buddha Mahayana.