MAGELANG, KOMPAS.com - Siswandi (68) menjadi satu-satunya produsen mi lethek yang ada di Dusun Tuksongo, Desa Tuksongo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Di tengah gempuran produk-produk mi pabrik, mi berbahan tepung aren ini masih bertahan dan tetap digemari pelanggan.
Mi jenis mi soun ini memang tidak begitu familiar secara luas. Sebagian orang mungkin tidak menyukai karena warnanya cenderung kecokelatan, tidak putih bersih layaknya soun pabrikan.
Ini sesuai dengan namanya, lethek, yang artinya kotor atau kusam dalam bahasa Indonesia.
Baca juga: 3 Pencuri Kuras Isi Warkop di Gresik, Minuman Saset hingga Mi Instan Turut Diembat
Siswandi mengatakan, mi terlihat kecoklatan bukan berarti tidak higienis, namun karena terbuat dari bahan tepung aren tanpa bahan pengawet maupun bahan kimia lainnya. Proses pembuatannya juga masih konvensional.
Proses membuat mi lethek dimulai dari perendaman tepung aren selama sehari semalam.
Rendaman tepung kemudian diaduk tiap pagi dan sore selama 4 hari. Sambil diaduk, larutan tepung dibersihkan dari kotoran sisa-sisa penggilingan aren.
"Setelah direndam kemudian diaduk terus dan diganti air agar baunya hilang, kotorannya juga (akan hilang)," ujar Siswandi, Jumat (26/8/22).
Larutan air yang bercampur tepung itu kemudian direbus. Setelah mendidih, larutan perlahan akan menggumpal menjadi adonan lengket mirip lem, atau papeda, makanan khas Papua.
Baca juga: Banyak Kamera Pengawas Dalam Pabrik Mi Berformalin di Kabupaten Bandung
Adonan ini kemudian dipres menggunakan alat hidrolik berpenggerak motor listrik. Adonan yang keluar dari alat hidrolik berupa sulur-sulur panjang, kemudian diletakkan pada wadah panjang berbahan seng.
Selanjutnya dijemur di bawah terik sinar matahari agar adonan kering.
"Kalau sedang panas terik, cukup dijemur 1 hari sudah kering. Apalagi wadahnya seng jadi lebih cepat kering. Tapi kalau musim hujan, kami terpaksa libur dulu, tidak produksi," ungkapnya.
Memenuhi tuntutan konsumen, Siswandi mengubah teknik mengaduk tepung yang semula dilakukan dengan cara diinjak-injak. Sekarang mengaduk tepung menggunakan mixer yang lebih higienis.
Siswandi bercerita, ia sudah menekuni produksi mi lethek sejak 30 tahun lalu. Dahulu banyak warga Desa Tuksongo yang memproduksi tepung dari olahan batang pohon aren. Kala itu di sekitar Borobudur masih banyak pohon aren.
Pohon aren (Arenga pinnata) memiliki tekstur batang yang mirip dengan pohon sagu (Metroxylon sagu rottb). Bagian inti batang kedua pohon ini dapat diolah menjadi tepung.