YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Hari tanpa tembakau diperingati tiap 31 Mei. Kampanye tanpa rokok ini mendapatkan penolakan dari buruh rokok di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka menolak lantaran kampanye tanpa tokok tidak dibarengi road map secara jelas.
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan-Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Waljid Budi Lestarianto berujar, hari tanpa tembakau berdampak pada penurunan produksi di pabrik-pabrik. Sehingga, mengurangi take home pay para buruh rokok.
"Kenapa kalau tembakau itu masih boleh ditanam, masih boleh diproduksi, konsumsi mengapa ada peringatan itu. Kami meminta pemerintah melarang peringatan itu, kecuali tembakau itu sebagai barang yang dilarang seperti ganja," kata dia, Selasa (31/5/2022).
Baca juga: Buruh Rokok Djarum Terima THR Lebih Awal, Tiap Orang Terima Rp 2,38 Juta
Ia menambahkan, hasil dari 70 persen penjulan rokok juga diambil oleh pemerintah dalam bentuk cukai, ditambah PPN 11 persen, penerimaan daerah 10 persen.
"Cukai dapat pajak juga dapat, pajak ada dua daerah sendiri dan PPN, jadi sebelum dibeli konsumen industri nalangi dulu," katanya.
Dengan adanya kampanye hari tanpa tembakau dinilai mengurangi produksi hasil olahan tembakau di pabrik-pabrik karena edukasi kepada masyarakat sangat gencar dilakukan. Hal itu membuat khawatir para pekerja-pekerja di sektor olahan tembakau.
"Total buruh di Yogyakarta ada 4.900 di 6 perusahaan, sedangkan total lahan tembakau berkisar ratusan hektar," ucapnya.
Selama ini, para buruh kesulitan untuk berkomunikasi dengan para pegiat kesehatan karena saat diundang berdiskusi para pegiat kesehatan ini tidak pernah memenuhi undangannya.
"Kita senang kalau diajak diskusi selama ini teman-teman kesehatan belum pernah diskusi. Kita sering undang tapi nggak pernah datang," ungkapnya.
Baca juga: Buruh Rokok Bergerak ke Istana, Protes Cukai Naik dan Serahkan Lukisan ke Jokowi
Lanjut dia, cukai tembakau naik tiap tahun untuk menekan peredaran rokok dan adanya undang-undang kesehatan bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok. Dengan kondisi ini pihaknya meminta kepada para pegiat anti tembakau untuk membuat road map.
Road map ini berisi rancangan, ia mencontohkan misalnya tembakau dilarang 10 tahun ke depan. Tetapi, dalam perjalanan menuju Indonesia tanpa tembakau atau dunia tanpa tembakau harus ada persiapan khusus.
"Misalnya 10 tahun atau 15 tahun mendatang tembakau dilarang, beri buruh-buruh ini keterampilan lain selain melinting rokok. Misalnya kalau mereka mau pindah ke garmen bisa diajarkan menjahit, atau mereka diberi keterampilan untuk membuka UMKM sendiri," jelas dia.
Menurit Waljid hal itu perlu diberikan mengingat para buruh hanya memiliki satu keahlian, yakni melinting rokok. Dengan diberikan keterampilan atau modal dengan skema bantuan tertentu buruh memiliki kesiapan jika harus berhenti menjadi buruh rokok.
Baca juga: Buruh Rokok: Kami Mohon Pak Presiden, Jangan Naikkan Cukai Rokok Lagi
"Kita perlu win-win solution, intinya soal tembakau atau tidak buruh punya kepastian untuk bekerja dan memiliki upah yang layak. Terserah mau kerja di pabrik rokok atau di manapun terserah," ujar dia.
Waljid menambahkan saat buruh keluar dari tempatnya bekerja otomatis mendapat pesangon, dan pesangon itu bisa digunakan untuk modal jika buruh diberikan keahlian-keahlian pendukung.
"Bisa buka warung atau apa, tapi ini ga jelas, cuma kampanye-kampanye," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.