KOMPAS.com - Penipuan berkedok aparat gadungan semakin marak terjadi dan meresahkan masyarakat.
Kasus terbaru yang sempat jadi sorotan adalah di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Timur.
Seorang pria mengaku berpangkat komisaris jenderal (komjen) dan melakukan penipuan di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Baca juga: Kapolri soal Kekerasan Aparat di Desa Wadas: Bukan Bermaksud Menyakiti Hati Masyarakat
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Budi Sartono membenarkan adanya penangkapan itu.
"Iya kemarin. Ada info dari masyarakat di salah bank di wilayah Duren Sawit, ada seseorang berpakaian dinas bintang tiga," ujar Budi, Sabtu (5/3/2022).
Sementara itu, tahun lalu, Polda Jawa Timur menangkap Dicky Agung Priyana (38), warga asal Kediri, Jatim.
Baca juga: Cerita Ade Jadi Koban Penipuan TNI Gadungan, Order Fiktif Makanan, Pesan Sup hingga Pulsa Rp 100.000
Agung mengaku sebagai anggota TNI berpangkat Mayjen dan telah menipu 22 orang.
Dari laporan itu, sebagian besar korban adalah perempuan dan merasa ditipu pelaku dengan modus sebagai aparat militer.
"Berdasarkan pengakuan pelaku, dia nekat menggunakan seragam PDL Marinir berpangkat Mayjen TNI AL untuk melancarkan aksinya, seperti menggaet perempuan dan serangkaian penipuan," ucap Perwira Penerangan Pasmar 2 Mayor Marinir Umar Tribani, Selasa (23/11/2021).
Tak hanya di Jaktim, kasus penipuan aparat gadungan juga terjadi di Medan, Sumatera Utara.
Dikutip dari Tribun Medan, seorang pria berinisial EZ yang mengaku sebagai anggota TNI, menipu puluhan orang.
Modusnya, EZ mengaku bisa mempekerjakan mereka sebagai sekuriti di sejumlah tempat.
Kelakukan EZ akhirnya membuat puluhan warga rugi jutaan rupiah.
Hal itu, kata Heri, dimanfaatkan pelaku untuk mengelabui korban dan mengambil keuntungan pribadi.
Baca juga: Jaksa Gadungan Ditangkap Polresta Mataram, Menipu Korban dengan Mengaku sebagai Kasi Intel Kejaksaan
"Dalam hal ini, pelaku biasanya adalah orang-orang yang mampu untuk memberikan sugesti atau meyakinkan para korbannya agar bisa mempercayai kata-katanya. Beberapa cara yang biasa digunakan menyangkut hal-hal yang tampak secara fisik meyakinkan agar korban menjadi semakin percaya. Misalnya pakaian, atribut pangkat, dan semacamnya," kata Heri kepada Kompas.com, Senin (7/3/2022).
Selain itu, dengan memakai atribun aparat, aparat gadungan akan lebih mudah mengelabui korban-korbannya, khususnya mereka yang memiliki keinginan instan untuk dipandang berhasil secara sosial.
"Dalam kasus penipuan yang dilakukan oleh para aparat gadungan ini, para korban yang banyak diantaranya adalah kaum wanita, dijanjikan untuk mendapatkan taraf kehidupan dan status yang secara sosial tampak mentereng dengan menjadi istri seorang yang memiliki pangkat tinggi," katanya.
Baca juga: Berpura-pura Keracunan Makanan, Wartawan Gadungan Peras Pemilik Toko
Menurut Heri, agar kasus itu tak terus berulang dan banyak masyarakat menjadi korban, kebiasaan berpikir kritis dalam menerima hal atau informasi baru menjadi salah satu langkah.
Kebiasaan memilah dan memilih informasi akan membantu masyarakat untuk tidak terhasut dengan informasi yang salah dan akan merugikan dirinya sendiri.
"Dengan berpikir secara kritis dan rasional, sebenarnya seseorang akan bisa memilah mana informasi yang masuk akal dan mana informasi yang sebenarnya layak untuk dicurigai untuk kemudian diverifikasi secara lebih lanjut kebenarannya," katanya.
Selain itu, peran masyarakat dalam membentuk sikap menghargai perbedaan dan keunikan individu akan meringankan tekanan sosial.
Tekanan sosial masyarakat sangat mempengaruhi irasionalitas yang dimiliki individu.
"Sering kali masyarakat memberikan berbagai tuntutan yang membuat individu kehilangan nalar rasionalnya ketika mengolah suatu informasi tertentu. Dalam beberapa hal, keseragaman dan gerak bersama dalam suatu komunitas merupakan hal yang diperlukan," katanya.
Baca juga: Jadi Tersangka Usai Lapor Kasus Korupsi, Nurhayati: Saya Kecewa Terhadap Aparat Hukum